Jumat, 18 Januari 2013

PENYAKIT TROPIS



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF)

A.    DEFENISI
Dengue Haemorragic Fever adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti ( betina ) dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniket akan positif dengan/tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan (Soeparman, 1999).
B.    ETIOLOGI
Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue yang ditularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Yaitu virus yang tergolong arbovirus, berbentuk batang bersifat termolabil, stabil pada suhu 70 º C.

C.    PATOFISIOLOGI
Fenomena patofisiologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang extra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjer getah bening, pembesaran hati (hepatomegali), dan pembesaran limpa (splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler terjadi karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikren yang berakibat ekstravisasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia serta renjatan/shock. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan adanya kebocoran / prembesan plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intra vena. Jika pemberian cairan tidak adekuat, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika hipovolemik atau renjatan berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Terjadinya trombositipenia, menurunnya fungsi trombosit dan faktor koagulasi (protombin, faktor V, VII, IX, X, dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal.
D.    MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari, rata – rata 2 – 8 hari. Penderita biasanya mengalami ;
-    Demam akut / suhu meningkat tiba-tiba (selama 2 – 7 hari).
-    Sering disertai menggigil
-    Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena
-    Keluhan pada saluran pernapasan ; batuk, pilek, sakit waktu menelan
-    Keluhan pada saluran cerna ; mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi
-    Keluhan sistem tubuh yang lain ; nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyero otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh.
-    Hepatomegali, splenomegali

E.    WOC ( terlampir )
F.    KLASIFIKASI
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi ;
1.    Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet (+), trombositopenia, dan hemakonsentrasi
2.    Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain
3.    Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari ( tanda-tanda dini renjatan )
4.    Derajat IV
Renjatan berat ( DSS ) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

Kriteria klinis demam berdarah ( DHF ) menurut WHO, 1986 ;
1.    Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian dan kepala
2.    Manifestasi perdarahan ; uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis, malena.
3.    Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus
4.    Dengan / tanpa renjatan
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam menurun ( hari ke 3 dan ke 7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5.    Kenaikan nilai hematokrit / hemokonsentrasi

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Darah ; Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3, karena berkuarangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali. Trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet positif merupakan pemeriksaan yang penting. Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang.
2.    Urine ; Mungkin ditemukan albuminuria ringan
3.    Sum – sum tulang ; Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi
4.    Serologi ; Dengan mengukur titer antibodi dengan cara haemaglutination inhibition test ( HI Test ) atau dengan uji pengikatan komplemen untuk mengetahui tipe virus yang mungkin timbul kembali dari 4 serotipe yang ada.

H.    PENATALAKSANAAN
Setiap penderita tersangka DHF sebaiknya dirawat ditempat terpisah dengan penderita lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk, dan penatalaksanaan DHF tanpa penyulit adalah ;
1.    Tirah baring
2.    Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
3.    Medikamentosa yang bersifat simptomatis
Antipiretik, kompres dingin
4.    Antibiotika diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
5.    Terapi cairan intra vena
6.    Transfusi

I.    KOMPLIKASI
1.    DHF mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh seperti; perdarahan ginjal, otak, jantung, patu-paru, limfa dan hati karena pembuluh darah mudah rusak dan bocor. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan, serta menyebabkan kematian.
2.    Enselopati
3.    Gangguan kesadaran dan disertai kejang
4.    Disorientasi

J.    PENCEGAHAN
Vaksin pencegahan DBD hingga saat ini belum tersedia, oleh sebab itu pencegahan dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk dengan penyemprotan insektisida dan upaya membasmi jentik nyamuk yang dilakukan dengan 3 M.

1.    Gerakan 3 M
a.    Menguras tempat – tempat penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya sekali seminggu atau penaburan bubuk abate ke dalamnya.
b.    Menutup rapat tempat penampungan air.
c.    Mengubur atau menyingkirkan barang – barang bekas yang dapat menampung air
2.    Pemberantasan vektor :
a.    Fogging ( penyemprotan )
Kegiatan ini dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis memenuhi kriteria
b.    Abatisasi
Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan jentik       Aedes aegypti ditaburi bubuk abate dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air

K.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
a.    Riwayat kesehatan
1)    Riwayat kesehatan dahulu; klien pernah menderita penyakit DHF sebelumnya.
2)    Riwayat kesehatan keluarga ; adanya riwayat anggota keluarga klien pernah menderita DHF.
3)    Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh, antara lain;
-    Demam akut / suhu meningkat tiba-tiba (selama 2 – 7 hari).
-    Sering disertai menggigil
-    Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena
-    Keluhan pada saluran pernapasan ; batuk, pilek, sakit waktu menelan nafas
- Keluhan pada saluran cerna ; mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi
-    Keluhan sistem tubuh yang lain ; nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh.
4)    Kebutuhan dasar
a)    Respirasi
Dapat ditemukan batuk, pilek, sakit waktu menelan
b)    Sirkulasi
Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena
c)    Eliminasi
Frekeunsi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare.
d)    Makanan dan cairan
Mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi.
e)    Neurosensori
Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
f)    Kulit
Terjadi petekie, ekimosis, hematoma, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka
g)    Aktivitas dan istirahat
Nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
h)    Sistem hematologi
Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.

h) Pemeriksaan Fisik
  • Muka tampak merah; Pembengkakan sekitar mata, konjungtiva hiperemis, lakrimasi dan fotopobia; Epitaksis; Bibir kering, kemungkinan sianosis; Perdarahan pada gusi.
  • Pembesaran kelenjer limfe
  • Nafas cepat, dispnea, takipnea
  • Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.
  • Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria
  • Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan dan ulserasi gusi, hematemesis, dan malena
  • Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
  • Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma).
c.  Pemeriksaan penunjang
1)    Pemeriksaan Laboratorium
-    Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3
-    Trombositopenia
-    Hemokonsentrasi; Ht meningkat 20%
-    Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang
-    Kimia darah tampak hiponatremia, hipoproteinemia, peningkatan SGOT, SGPT, Ureum darah dan pH darah
-    Urine : mungkin ditemukan albuminuria ringan
-    Volume biasanya < 400 ml / 24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria), warna urine keruh, klirens kreatinin mungkin agak menurun, natrium > 40 mEg/L karena ginjal tak mampu mereabsorpsi natrium
2)    Sum – sum tulang ; Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi

REFERENSI
Doenges, E. Merylin. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta; EGC. Buyton & Hall. (1997). Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta; EGC. Noer, Syaifullah. (2003). Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. Edisi II. Jakarta; EGC. Sylvia, A. (1995). Patofisiologi : Konsep klinis proses penyakit. Edisi 5. Jakarta; EGC. Waspadji, Sarwono. (1998). Ilmu penyakit dalam. Edisi III. Jakarta; Balai penerbit FKUI.
.

DEFENISI
Dengue Haemorragic Fever adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti ( betina ) dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniket akan positif dengan/tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan (Soeparman, 1999).
B.    ETIOLOGI
Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue yang ditularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Yaitu virus yang tergolong arbovirus, berbentuk batang bersifat termolabil, stabil pada suhu 70 º C.
C.    PATOFISIOLOGI
Fenomena patofisiologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang extra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjer getah bening, pembesaran hati (hepatomegali), dan pembesaran limpa (splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler terjadi karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikren yang berakibat ekstravisasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia serta renjatan/shock. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan adanya kebocoran / prembesan plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intra vena. Jika pemberian cairan tidak adekuat, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika hipovolemik atau renjatan berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Terjadinya trombositipenia, menurunnya fungsi trombosit dan faktor koagulasi (protombin, faktor V, VII, IX, X, dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal.
D.    MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari, rata – rata 2 – 8 hari. Penderita biasanya mengalami ;
-    Demam akut / suhu meningkat tiba-tiba (selama 2 – 7 hari).
-    Sering disertai menggigil
-    Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena
-    Keluhan pada saluran pernapasan ; batuk, pilek, sakit waktu menelan
-    Keluhan pada saluran cerna ; mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi
-    Keluhan sistem tubuh yang lain ; nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyero otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh.
-    Hepatomegali, splenomegali
E.    WOC ( terlampir )
F.    KLASIFIKASI
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi ;
1.    Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet (+), trombositopenia, dan hemakonsentrasi
2.    Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain
3.    Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari ( tanda-tanda dini renjatan )
4.    Derajat IV
Renjatan berat ( DSS ) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

Kriteria klinis demam berdarah ( DHF ) menurut WHO, 1986 ;
1.    Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian dan kepala
2.    Manifestasi perdarahan ; uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis, malena.
3.    Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus
4.    Dengan / tanpa renjatan
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam menurun ( hari ke 3 dan ke 7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5.    Kenaikan nilai hematokrit / hemokonsentrasi
G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Darah ; Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3, karena berkuarangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali. Trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet positif merupakan pemeriksaan yang penting. Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang.
2.    Urine ; Mungkin ditemukan albuminuria ringan
3.    Sum – sum tulang ; Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi
4.    Serologi ; Dengan mengukur titer antibodi dengan cara haemaglutination inhibition test ( HI Test ) atau dengan uji pengikatan komplemen untuk mengetahui tipe virus yang mungkin timbul kembali dari 4 serotipe yang ada.
H.    PENATALAKSANAAN
Setiap penderita tersangka DHF sebaiknya dirawat ditempat terpisah dengan penderita lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk, dan penatalaksanaan DHF tanpa penyulit adalah ;
1.    Tirah baring
2.    Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
3.    Medikamentosa yang bersifat simptomatis
Antipiretik, kompres dingin
4.    Antibiotika diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
5.    Terapi cairan intra vena
6.    Transfusi

I.    KOMPLIKASI
1.    DHF mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh seperti; perdarahan ginjal, otak, jantung, patu-paru, limfa dan hati karena pembuluh darah mudah rusak dan bocor. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan, serta menyebabkan kematian.
2.    Enselopati
3.    Gangguan kesadaran dan disertai kejang
4.    Disorientasi
J.    PENCEGAHAN
Vaksin pencegahan DBD hingga saat ini belum tersedia, oleh sebab itu pencegahan dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk dengan penyemprotan insektisida dan upaya membasmi jentik nyamuk yang dilakukan dengan 3 M.
1.    Gerakan 3 M
a.    Menguras tempat – tempat penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya sekali seminggu atau penaburan bubuk abate ke dalamnya.
b.    Menutup rapat tempat penampungan air.
c.    Mengubur atau menyingkirkan barang – barang bekas yang dapat menampung air
2.    Pemberantasan vektor :
a.    Fogging ( penyemprotan )
Kegiatan ini dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis memenuhi kriteria
b.    Abatisasi
Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan jentik       Aedes aegypti ditaburi bubuk abate dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air
K.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
a.    Riwayat kesehatan
1)    Riwayat kesehatan dahulu; klien pernah menderita penyakit DHF sebelumnya.
2)    Riwayat kesehatan keluarga ; adanya riwayat anggota keluarga klien pernah menderita DHF.
3)    Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh, antara lain;
-    Demam akut / suhu meningkat tiba-tiba (selama 2 – 7 hari).
-    Sering disertai menggigil
-    Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena
-    Keluhan pada saluran pernapasan ; batuk, pilek, sakit waktu menelan nafas
-    Keluhan pada saluran cerna ; mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi
-    Keluhan sistem tubuh yang lain ; nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh.
4)    Kebutuhan dasar
a)    Respirasi
Dapat ditemukan batuk, pilek, sakit waktu menelan
b)    Sirkulasi
Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena
c)    Eliminasi
Frekeunsi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare.
d)    Makanan dan cairan
Mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi.
e)    Neurosensori
Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
f)    Kulit
Terjadi petekie, ekimosis, hematoma, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka
g)    Aktivitas dan istirahat
Nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
h)    Sistem hematologi
Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.

Diagnosa Keperawatan DHF
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Christiante Effendy, 1995) yaitu :
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2) Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
5) Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
6) Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
8 ) Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
9) Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.

Perencanaan Keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.±7)
Rasional : Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
4. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
2). Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4. Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
3). Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
4). Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
5). Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
6). Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
Tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
7). Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
8). Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
9). Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan
yang dialami pasien.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3. Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5. Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
1) Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
2) Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
3) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
4) Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
5) Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
6) Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
7) Infeksi tidak terjadi.
8 ) Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
9) Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
Pencegahan DHF
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara:
-          Rumah selalu terang
-          Tidak menggantung pakaian
-          Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
-          Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
-          Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan pendidikan kesehatan
-          Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
-          Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
-          Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
-          Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
Daftar Pustaka
Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.
Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995
Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267


1 komentar: